Rabu, 03 Juli 2013

Balsem penghangat masyarakat miskin dari serangan dinginnya lonjakan BBM

Hari ini rabu  (03/07/2013) penulis berkesempatan untuk memandu sebuah acara dialog di TVRI Kaltim. Program dialognya bernama dialog Kominfo, program ini merupakan salah satu program dialog  dari bidang pemberitaan hasil kerjasama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Timur. Pada kesempatan tersebut teman-teman dari pemberitaan mencoba mengangkat sebuat tema yaitu mengenai penyaluran BLSM di Kalimantan Timur khususnya di Kota Samarinda, dengan mendatangkan narasumber diantaranya kepala Disperindagkop dan UMKM Provinsi Kaltim bapak H. Muhammad Djaelani, Kepala Kantor Pos (KKP) Samarinda bapak Kaspul Anwar dan pengamat ekonomi yang sekaligus juga merupakan kalangan akademisi dari Universitas Mulawarman bapak Aji Sofyan Effendi. Penulis mencoba membuka dialog tersebut dengan sebuah prolog mengenai digelontorkanya Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai konpensasi bagi masyarakat miskin akibat naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) per 22 Juni 2013 lalu. Melihat banyaknya dinamika dan gejolak pelaksanaan pendistribusiannya yang terjadi di seluruh penjuru tanah air, bagaimana dengan pendistribusianya di Kaltim?

Berdasrkan informasi yang disampaikan oleh kepala Kantor Pos Samarinda, pendistribusian BLSM saat ini sudah hampir mencapai 70% dari sekitar 15.000 Rumah Tangga Miskin (RTM) yang terdata memperoleh bantuan langsung ini. Kegiatan pendistribusian BLSM yang dilaksanakan oleh KKP kota Samarinda diawali dengan pembagian atau penyerahan kartu penjamin sosial (KPS) ke seluruh masyarakat yg terdata mendapatkannya, penyerahannya langsung dilakukan kerumah-rumah (door to door) hal ini karena aturan pemerintah mengharuskan kartu tersebut harus langsung diterima oleh masyarakat penerima tanpa boleh diwakilkan. Sementara permasalahan yang banyak terjadi didaerah lain di Indonesia saat pembagian BLSM seperti berdesak-desakan tidak terjadi di samarinda, hal ini karena KKP samarinda sudah memetakan daerah-daerah mana saja yang menjadi kantong penerima BLSM.

Sementara itu pemberian BLSM yang besarannya Rp 150.000 per bulan dan diberikan selama empat bulan dengan dua kali pendistribusian dianggap tidak terlu besar atau signifikan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat Kaltim, hal ini disampaikan oleh HM. Djaelani kepala Disperindagkop dan UMKM Kaltim. Masyarakat kaltim saat ini dianggap tingkat perekonomiannya jauh lebih baik jika dibandingkan dengan mereka penerima BLSM di pulau jawa. Sehingga diungkapkan bahwa pemberian bantuan ini di Kaltim tidak berdampak jelas, namun walaupun demikian gejolak masih tetap terjadi khususnya terkait dengan siapa sebenarnya yang pantas menerima BLSM tersebut. Di Kaltim hal yang paling penting terkait dengan upaya menjaga daya beli masyarakat adalah ketersedian barang dan bersyukurnya saat ini menjelang ramadhan yang disertai peningkatan harga BBM tidak berpengaruh signifikan terhadap harga. Disperindagkop Kaltim menjamin stok dan harga barang masih tetap terjaga sampai lebaran, jadi masyarakat penerima BLSM tidak perlu khawatir.

Ada hal yang cukup menggelitik ketika mendengarkan masukan yang disampaikan oleh bapak Sumaji salah satu penelpon dalam acara dialog tersebut yang sesekali memelesetkan kepanjangan BLSM sebagai Bantuan langsung sebelum mati atau bantuan langsung sebelum miskin. kritik ditujukan terutama terkait dengan data masyarakat miskin tahun 2011 dari Badan Pusat Statistik yang dijadikan sebagai dasar untuk menentukan penerima BLSM ternyata banyak salah sasaran, banyak masayarakat yang seharusnya tidak menerima tetapi menerima. Seharus data yang digunakan tersebut harus divalidasi terlebih dahulu sehingga dasarnya kuat. Seperti ibu siti contohnya, janda beranak tiga  yang mengaku dengan kondisi perekonomian pas-pasan tidak mendapatkan bantuan ini.

Menanggapi hal ini bapak Aji Sofyan Effendi pengamat ekonomi dari universitas mulawarman yang menyebut BLSM dengan Balsem mengungkapkan bahwa BLSM ini sebenarnya digelontorkan hanya sebagai media adaptif atau upaya untuk membiasakan masyarkat dengan kondisi meningktnya harga BBM. Diungkapkan sebenarnya BLSM yang diberikan selama empat bulan ini tidak akan cukup untuk mengatasi dampak kenaikan BBM, namun pengamat ekonomi yang saat ini tegah menyelesaikan pendidikan program doktoral di Unhas Makassar ini meminta masyarakat untuk senantiasa tetap menghargai niat baik pemerintah, dan pihaknya berharap BLSM ini menjadi program bantuan langsung terakhir dari pemerintah. Artinya adalah ketika BLSM ini di masa mendatang tidak ada menjadi satu indikator bahwa perekonomian masyarakat sudah baik. Dan beberapa hal yang tentunya harus menjadi perhatian pemerintah dengan BLSM adalah perlunya kajian terlebih dahulu mengenai tingkat daya beli masyarakat sehingga dapat menjadi dasar besaran bantuan yang diberikan, selain itu validasi data penerima bantuan juga harus dijamin sehingga tidak ada lagi yang merasa tidak adil. (Imadekertayasa.....)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar